time 4 suck you'r inspiration

Guru bangsa

Ada yang mengejutkan dalam Madilog, tanpa reserve Tan Malaka mendukung pemikiran Barat. Madilog adalah "pusaka yang saya terima dari Barat". Dengan penegasannya bahwa pemikiran "Timur" harus ditinggalkan Tan Malaka sangat mirip dengan seorang putra Sumatera Barat lain, Sutan Takdir Alisyahbana.
Ada yang mengherankan, kedekatan konsepsi Tan Malaka dengan hukum tiga tahap August Comte tadi. Menurut Comte manusia menjadi dewasa melalui tiga tahap: dari tahap mitos dan agama (kejadian di dunia dijelaskan dengan kekuatan-kekuatan gaib), melalui tahap metafisika (realitas dijelaskan secara filosofis), ke tahap positif di mana manusia langsung mempelajari kenyataan inderawi dengan memakai ilmu pengetahuan. Pandangan Comte itu sendiri sekarang dianggap mitos abad ke-19. Orang sudah lama tidak lagi percaya bahwa ilmu pengetahuan dapat menyelamatkan umat manusia. Dalam hal ini pemikiran Tan Malaka masih khas optimisme abad ke-19 dulu.
Itulah masalah Madilog. Kerangka pikiran adalah kepercayaan polos abad ke-19 pada ilmu pengetahuan. Dan konsepsi Madilog sendiri diambil alih dari materialisme dialektis Engels, Lenin dan kawan-kawan, yang dalam filsafat kontemporer dianggap tidak mutu (lain daripada materialisme historis Marx!). Terasa sekali bahwa Tan Malaka seorang otodidak yang rupa-rupanya tak pernah sempat untuk mendiskusikan pandangan-pandangannya dengan seorang pengkritik.

Namun sebaiknya kita tidak terlalu terpikat pada yang tersurat itu. Nilai Madilog yang tersirat di dalamnya, yaitu dalam keprihatinan mendalam Tan Malaka atas keadaan bangsanya yang belum berpikir rasional. Seluruh Madilog merupakan imbauan agar bangsa Indonesia mau ke luar dari cara berpikir tidak rasional supaya ia dapat mengambil tempatnya di antara bangsa-bangsa besar. Sampai Tan Malaka dalam Madilog dengan panjang lebar menguraikan metode-metode pendekatan ilmiah dan dalil-dalil logika seakan-akan ia mau sekaligus menulis buku teks "pengantar logika" atau "ilmu alamiah dasar".
Sulit untuk melihat apa yang sekarang, di permulaan abad ke-21, masih dapat dipelajari dari Madilog. Sebagai penunjuk jalan Madilog waktu ditulis pun sudah jauh ketinggalan. Bukan sebagai buku pelajaran, melainkan sebagai saksi semangat berkobar-kobar pembebasan dari keterbelakangan Madilog tetap masih membesarkan hati.
Tetapi barangkali arti paling penting buku itu terletak dalam kenyataan bahwa kita ditantang olehnya untuk memikirkan kembali apa itu rasionalitas, dan rasionalitas macam apa yang dibutuhkan bangsa Indonesia. Dan kalau betul bahwa mitos harus dibuang (dan memang betul!), lalu apa tempat agama dalam kerohanian bangsa yang mau membangun kehidupan bersama yang maju, berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab?


|

Read Users' Comments ( 0 )

Materialisme

Hal materialisme dan dialektika bukan pemikiran asli Tan Malaka, melainkan diambil alih dari Engels, Lenin dan tokoh-tokoh lain Marxisme-Leninisme. Tan Malaka amat meyakini mereka. Hanya tekanan pada logika adalah khas Tan Malaka.
Namun kita jangan salah paham terhadap Tan Malaka. Yang dimaksud dengan materialisme, bukan pertama-tama pandangan filosofis bahwa segala yang ada itu materi atau berasal dari materia (meskipun ini juga pandangan materialisme dialektik), melainkan keterarahan perhatian manusia pada kenyataan, daripada pada khayalan dan takhayul. Daripada mencari penyebab segala kejadian di alam gaib, carilah di kenyataan bendawi sendiri. Selidikilah realitas material dan itu berarti: pakailah ilmu pengetahuan! Materialisme berarti: mempelajari realitas bendawi dengan mempergunakan pendekatan ilmiah.
Namun, materialisme maupun ilmu pengetahuan baru dapat menghasilkan pengertian sebesar-besarnya apabila disertai oleh dialektika. Dialektika- yang sepenuhnya diambil alih dari Engels dan kawan-kawan berarti bahwa realitas tidak dilihat sebagai sejumlah unsur terisolasi yang sekali jadi lalu tak pernah berubah. Dialektika mengatakan bahwa segala sesuatu bergerak maju melalui langkah-langkah yang saling bertentangan. Khususnya ia menyebutkan dua "hukum" dialektika: "hukum penyangkalan dari penyangkalan" dan "hukum peralihan dari pertambahan kuantitatif ke perubahan kualitatif" (mengapa Tan Malaka mendiamkan hukum yang ketiga, "kesatuan antara yang bertentangan", tidak jelas).

Secara khusus Tan malaka menegaskan bahwa logika tidak dibatalkan oleh dialektika, melainkan tetap berlaku dalam dimensi mikro. Tan Malaka justru menunjukkan bahwa pemikiran logis, dengan paham dasar dialektis, membebaskan ilmu pengetahuan untuk mencapai potensialitas yang sebenarnya. Logika gaib dilawan dengan logika yang sebenarnya.
Selama lebih dari 100 halaman Tan Malaka menunjukkan betapa lebih mampu Madilog daripada logika gaib dalam menjelaskan segala kenyataan penting yang kita hadapi: perkembangan alam raya, evolusi organisme, sejarah manusia. Orisinalitas Tan Malaka kelihatan dengan penerapan kreatif Madilog yang sebenarnya ajaran Marxisme-Leninisme dalam segala macam bidang.
Dan pada akhir bukunya Tan Malaka mengajak kita mengelilingi sebuah "taman raya" utopis di mana semua tokoh nasional dan internasional mendapat patungnya. Semua tokoh besar, apakah dari Majapahit atau pergerakan nasional, dari Plato sampai "guru Kung" dan Lenin, ditempatkan tinggi rendahnya menurut sumbangan mereka terhadap cara berpikir Madilog.


|

Read Users' Comments ( 0 )

"Madilog"

Di antara sekian banyak buku Tan Malaka, Madilog pantas mendapat perhatian khusus. Dalam Madilog ia memaparkan cita-citanya bagi Indonesia. Meskipun isi Madilog sebagian besar mengikuti materialisme dialektik Friedrich Engels (sahabat karib Karl Marx yang memperlengkap filsafat sosial Marx dengan filsafat alam dan ontologi materialis yang kemudian akan menjadi dasar filosofis Marxisme-Leninisme), Madilog bukan semacam "ajaran partai" atau "ideologi proletariat", melainkan cita-cita dan keyakinan Tan Malaka sendiri.
Malahan sangat mencolok bahwa Madilog bebas sama sekali dari nada tidak sedap buku-buku Marxisme-Leninisme yang senantiasa menuntut ketaatan mutlak pembaca terhadap Partai Komunis, alias pimpinannya. Madilog bebas dari segala bau ideologis, bebas dari jargon ortodoksi partai yang tahu segala-galanya. Madilog adalah imbauan seorang nasionalis sejati pada bangsanya untuk ke luar dari keterbelakangan dan ketertinggalan.

Tan Malaka melihat bangsa Indonesia terbelenggu dalam keterbelakangan oleh "logika mistika". "Logika mistika" adalah logika gaib, di mana orang percaya bahwa apa yang terjadi di dunia adalah kerjaan kekuatan-kekuatan keramat di alam gaib. Logika gaib melumpuhkan orang karena, dari pada menangani sendiri tantangan yang dihadapinya, ia mengharapkannya dari kekuatan-kekuatan gaib itu. Daripada berbuat dan berusaha, ia mengadakan mantra, sesajen dan doa-doa.
Selama bangsa Indonesia masih terkungkung oleh logika gaib itu, tak mungkin ia menjadi bangsa yang merdeka dan maju. Jalan ke luar dari logika gaib adalah "madilog", materialisme, dialektik dan logika. Mirip dengan August Comte, sang bapak positivisme seratus tahun sebelumnya, Tan Malaka melihat kemajuan umat manusia melalui tiga tahap: Dari "logika mistika" lewat "filsafat" ke "ilmu pengetahuan" atau "sains".


|

Read Users' Comments ( 0 )

music

get a playlist standalone player get ringtones!