time 4 suck you'r inspiration

"Madilog"-nya Tan Malaka


DI antara para Pahlawan Kemerdekaan Nasional (SK Presiden RI No 53/ 1963) Tan Malaka tetap diliputi suasana angker. Hanya sedikit orang yang betul-betul mengenalnya. Selama 20 tahun ia terpaksa merantau di luar negeri dan selama hampir tiga tahun menghuni pelbagai rumah tahanan RI. Ia banyak didesas-desuskan. Hanya sekali-sekali ia muncul ke depan, seperti di kongres Purwokerto Januari 1946 di mana dibentuk Persatuan Perjuangan. Partai Murba yang didirikan oleh kawan-kawan mudanya yang paling akrab tidak dimasukinya. Namun, ada yang menganggapnya sebagai satu-satunya sosok sepadan bobotnya dengan Soekarno.

Tan Malaka lahir 1897 di Suliki, Sumatera Barat, sekolah selama enam tahun di Belanda, 1921 di Semarang masuk dalam pimpinan Partai Komunis Indonesia, dan hanya setahun kemudian diusir Belanda. Semula ia menjadi wakil Komintern (Asosiasi Komunis Internasional) di Asia Timur. Tahun 1926 Tan Malaka ke luar dari PKI karena mereka mempersalahkannya atas kegagalan revolusi 1926 yang memang ditentangnya sebagai avonturisme. Dengan Komintern pun hubungannya putus, dan sejak itu ia betul-betul berjalan sendiri.

Tahun 1942 teman-temannya menyelundupkannya kembali ke Tanah Air. Semula ia tinggal, selalu dengan nama samaran dan tidak diketahui oleh siapa pun, di Cililitan, tempat ia menulis buku klasiknya Madilog. Tahun 1943, ia menjadi buruh di Banten. Sesudah Proklamasi Subarjo memperkenalkannya kembali ke Jakarta. Pada bulan September 1945 terjadi pertemuan misterius Tan Malaka dengan Soekarno di mana Soekarno dilaporkan mengatakan bahwa "apabila terjadi sesuatu denganku, kamu yang mengambil alih pimpinan revolusi."
Dengan semboyan "merdeka 100 persen" dan "massa aksi" Tan Malaka semakin keras menentang usaha diplomasi pemerintah Sjahrir. Aksi itu memuncak dalam pembentukan Persatuan Perjuangan yang dimasuki oleh 141 organisasi politik dan sosial. Namun ternyata dukungan terhadap Tan Malaka tidak tangguh. Sejak akhir Maret 1946 ia ditahan. Ia kemudian dituduh mendalangi penculikan PM Sjahrir tanggal 3 Juli di Solo.
Namun pemerintah tak pernah berani menghadapkannya ke pengadilan. Baru pada puncak peristiwa Madiun, bulan September 1948, pemerintah Hatta melepaskannya. Sesudah Pemerintahan RI ditangkap Belanda (9 Desember 1948), Tan Malaka mempermaklumkan perlawanan total terhadap Belanda. Hal mana tidak berkenan di pimpinan TNI. Akhir Maret 1949 ia ditangkap dan tanggal 16 April ia begitu saja dieksekusi.


|

0 komentar:

Posting Komentar

music

get a playlist standalone player get ringtones!